Sabtu, 11 April 2020

Mewujudkan Pancasila sebagai Dasar Negara

Wawan Setiawan Tirta
A. Periode Orde Lama
1. Masa 1945-1950
Pada awal kemerdekaan, banyak tantangan yang harus dihadapi oleh bangsa Indonesia. Tidak hanya bangsa belanda yang masih ingin berkuasa, tetapi juga berbagai pihak dalam negeri yang melakukan pemberontakan & berupaya mengganti Pancasila sebagai dasar Negara. Pemberontakan itu adalah sebagai berikut;
  • Pemberontakan Partai Komunis (PKI)—Pemberontakan ini dilakukan oleh PKI pada 1948 di Madiun dipimpin oleh Musso. Pemberontakan ini bertujuan merebut kekuasaan & mengganti dasar Negara Republik Indonesia menjadi komunisme. Tetapi, Madiun berhasil direbut kembali oleh Tentara RI yang dibantu oleh rakyat pada 30 September 1948.
  • Pemberontakan Darul Islam/Tentara Islam Indonesia (DI/TII)—Pemberontakan ini terjadi di Jawa Barat & Jawa Tengah pada 1949. Pada 7 Agustus 1949, Kartosuwiryo memproklamasikan berdirinya Negara Islam Indonesia (NII) di Jawa Barat. Setelah itu pada 23 Agustus 1949, pasukan Amir Fatah memproklamasikan berdirinya NII di Jawa Tengah. Tetapi, DI/TII berhasil ditumpas oleh Tentara RI yang didukung rakyat Indonesia.
  • Angkatan Perang Ratu Adil (APRA)—APRA yang didirikan oleh Raymond Westerling memiliki sebagaian pasukan yang merupakan mantan Tentara Hindia Belanda (KNIL). Setelah Indonesia dinyatakan sebagai negara serikat pada 1949, APRA berusaha mempertahankan Negara Pasundan sekaligus tentaranya sendiri. Pemberontakan APRA ini terjadi pada 23 Januari 1950. Namun bisa ditumpas melalui operasi militer yang dijalankan oleh Angkatan Perang Republik Indonesia Serikat (APRIS) berkat dukungan rakyat Indonesia.
  • Pemberontakan Andi Aziz—Andi Aziz merupakan mantan perwira KNIL yang memimpin kesatuan mantan KNIL untuk melakukan pemberontakan pada 5 April 1950. Andi Aziz memberikan tuntutan Negara Indonesia Timur (NIT) harus tetap berdiri & hanya di bawah tanggung jawab APRIS mantan KNIL. Pada 26 April, pasukan ekspedisi mendarat di NIT untuk menumpas pemberontakan Andi Aziz yang tidak melaksanakan ultimatum dari RIS untuk bertanggung jawab atas perbuatannya.
  • Pemberontakan Republik Maluku Selatan (RMS)—RMS berdiri pada 25 April 1950 yang dipimpin oleh Dr. Soumokil, mantan Jaksa Agung di NTT. Pemberontakan ini dilakukan oleh kaum sparatis yang menolak integrasi & membentuk negara sendiri. Sebab penyelesaian melalui perundingan ditolak, pemerintah mengirimkan pasukan ekspedisi untuk menumpas pemberontakan.
Selain pemberontakan itu, penerapan Pancasila di Indonesia juga mengalami tantangan karena perubahan bentuk dari negara kesatuan menjadi negara serikat. Hal ini sesuai dengan hasil Konferensi Meja Bundar pada 2 November 1949. Republik Indonesia Serikat (RIS) dipimpin oleh Presiden Soekarno & Perdana Menteri Moh. Hatta. Konstitusi yang digunakan adalah konstitusi RIS.

 banyak tantangan yang harus dihadapi oleh bangsa Indonesia Mewujudkan Pancasila sebagai Dasar Negara
Dorongan pembubaran negara RIS semakin menguat dari masyarakat sejak awal tahun 1950. Akhirnya, pada 15 Agustus 1950, Presiden RIS mengumumkan Piagam Pernyataan Terbentuknya Negara Kesatuan. Presiden juga menandatangani UUDS yang disusun oleh pemerintah negara RIS. UUDS 1950 itu mulai diberlakukan pada 17 Agustus 1950.

2. Masa 1950-1959
UUDS 1950 diterapkan di Indonesia pasca pembubaran negara serikat menganut sistem pemerintahan parlementer. Penerapan Pancasila pun diarahkan pada ideologi liberal. Tetapi, hal itu tidak menjamin stabilitas pemerintahan. Berbagai kabinet dibentuk & jatuh. Sampai akhirnya, bersamaan dengan Pemilu pertama yang dilaksanakan pada 1955, terbentuk lembaga Konstituante yanb bertugas menyusun konstitusi pengganti UUDS 1950. Karena tidak segera membuahkan hasil, pada 5 Juli 1959 Presiden Soekarno mengeluarkan Dekrit Presiden untuk memberlakukan kembali UUD NRI Tahun 1945 & membubarkan Konstituante.

Selain masalah dalam pemerintahan, Indonesia kembali dihadapkan pada tantangan berupa pemberontakan untuk melepaskan diri dari Negara Republik Indonesia sebagai berikut;
  • Pemberontakan DI/TII di Sulawesi Selatan, Kalimantan Selatan, & Aceh. Di Kalimantan Selatan pada 1950, Ibnu Hajar menyatakan diri & pasukannya bergabung dengan DI/TII pada Agustus 1953, DI/TII di Sulawesi Selatan yang dipimpin oleh Abdul Kahar Muzakar menyatakan diri sebagai bagian dari NII pimpinan Kartosuwiryo. Hal serupa juga dilakukan oleh DI/TII di Aceh pimpinan Daud Beureuh. Upaya penumpasan pemberontakan itu dilakukan melalui jalur perundingan & militer.
  • Pemberontakan pemerintah Revolusioner Republik Indonesia (PRRI) yang didirikan di Sumatera pada 15 Febuari 1958 melalu proklamasi yang dilakukan oleh Ahmad Husein. Pemberontakan ini bisa diatasi oleh pemerintah melalui operasi militer.
  • Pemberontakan Permesta. Diawali saat pertemuan di Universitas Permesta pada 17 Febuari 1958. Salah seorang dalam pertemuan itu yakni, Mayor D. Jus Somba, menyatakan bahwa Permesta di Sulawesi Utara & Tengah mendukung PRRI. Seutuhnya. Pemerintah pun melakukan operasi militer dalam beberapa tahap untuk menumpas pemberontakan itu.
3. Masa 1959-1966
Pada masa ini, berlaku demokrasi terpimpin yang cenderung mengacu pada kekuasaan pribadi residen, bukan kekuasaan rakyat. Oleh sebab itu, terjadi penyimpangan penafsiran Pancasila sebagai berikut;
  • Pengangkatan Presiden Soekarno sebagai presiden seumur hidup.
  • Pembubaran hasil Pemilu 1955 melalui Penpres No. 3 Tahun 1960 tentang Pembaruan Susunan DPR yang disebabkan tidak disetujuinya RAPBN Tahun 1960 oleh DPR.
  • Pemilihan & pengangkatan anggota DPR Gotong Royong oleh Presiden sesuai Penpres No. 4 Tahun 1960 pada 25 Juni 1960.
  • Pelaksanaan politik konfrontasi dengan Malaysia & keluar dari keanggotaan PBB.
  • Percobaan pemberlakuan Nasakom (Nasionalis, Agama, & Komunis) di Indonesia.
Selain penyimpangan itu Indonesia kembali dihadapkan pada pemberontakan PKI yang bertujuan merebut kekuasaan & mengganti Presiden sebagai dasar negara Indonesia. Gerakan PKI pada 30 September 1965 dipimpin oleh Letkol Untung ini ada enam Perwira Tinggi TNI yang menjadi korban, yakni;
  • Letjen TNI Ahmad Yani (Menteri/Panglima Angkatan Darat/Kepala Staf Komando Operasi Tertinggi).
  • Mayjen TNI Raden Suprapto (Deputi II Menteri/Panglima AD bidang Administrasi).
  • Mayjen TNI Mas Tirtodarmo Haryono (Deputi III Menteri/Panglima AD bidang Perencenaan & Pembinaan).
  • Mayjen TNI Siswondo Parman (Asisten I Menteri/Panglima AD bidang intelegen).
  • Mayjen TNI Donald Isaac Panjaitan (Asisten IV Menteri/Panglima AD bidang Logistik).
  • Brigjen TNI Sutoyo Siswomiharjo (Inspektur Kehakiman/Oditur Jenderal AD).
Jenderal TNI Abdul Harris Nasution yang menjadi sasaran utama selamat dari upaya pemberontakan itu, tetapi puterinya yang bernama Ade Irma Suryani Nasution & ajudan beliau Lettu CZI Pierre Andreas Tendean tewas akan itu. Selain itu, masih banyak lagi orang-orang yang menjadi korban kekejaman PKI. Sesudah peristiwa itu, 30 September diperingati sebagai masa berkabung nasional gerakan G 30/S PKI & pada tanggal 1 Oktober diperingati sebagai hari Kesaktian Pancasila.

Berbagai ancaman & pemberontakan yang berupaya mengganti dasar negara Pancasila selalu bisa diatasi berkat kerjasama antara TNI & rakyat, tetapi saat ini masih ada ancaman yang lebih berbahaya daripada pemberontakan-pemberontakan itu. Pemuda pemudi pada zaman ini mulai melupakan nilai-nilai Pancasila yang telah diperjuangkan oleh para pendahulu & mengikuti budaya-budaya asing yang tidak sesuai dengan kepribadian bangsa. Ancaman seperti ini lebih berbahaya karena bangsa Indonesia tidak menyadari, bahwa nilai-nilai Pancasila sudah mulai hilang dalam diri mereka. Hal ini patut menjadi perhatian kita bersama, sebab bagaimanapun Pancasila yang bersumber dari nilai-nilai & norma-norma yang diambil dari bangsa Indonesia sendiri ini harus tetap menjadi pedoman hidup dalam kehidupan keluarga, masyarakat, bangsa & negara.


B. Periode Orde Baru
Pada 12 Januari 1966, terjadi demonstrasi mahasiswa & rakyat yang mengajukan tiga tuntutan yang dikenal dengan Tritura. Tuntutan itu berisi, pembubaran PKI beserta ormas-ormasnya, pembersihan kabinet Dwikora dari unsur-unsur PKI, & penurunan harga. Karena kondisi semakin tidak menentu, Presiden Soekarno mengeluarkan Surat Perintah Sebelas Maret (Supersemar) yang meminta letnan Jenderal Soeharto untuk mengendalikan keamanan & ketertiban negara. Supersemar pun diperkuat dengan Tap. MPRS Nomor. IX Tahun 1966.

Masa ini disebut Orde Baru karena merupakan pergantian Presiden Soekarno & Presiden Soeharto. Pada masa ini, pemerintah berkehendak untuk melaksanakan Pancasila & UUD 1945 secara murni & konsekuen melalu program P4 (Pedoman Penghayatan & Pengamalan Pancasila) atau ekaprasetia pancakarsa. Tetapi demikian pada akhirnya Pancasila ditafsirkan sesuai dengan kepentingan kekuasaan pemerintah & tertutup bagi tafsiran lain. Kemudian implementasinya pun bersifat indoktrinasi, disampaikan melalui lembaga pendidikan di semua jenjang & di segala lingkungan atau organisasi kemasyarakatan melalu penataran P4, hingga akhirnya ditetapkan Pancasila sebagai asas tunggal di Indonesia. Pemerintahan Soeharto juga melalui penyelewengan-penyelewengan terhadap pelaksanaan nilai-nilai Pancasila sebagai berikut;
  • Ditetapkannya demokrasi sentralistik, berpusat pada pemerintah,
  • Presiden memegang kendali terhadap lembaga legislatif, eksekutif, & yudikatif sehingga semua peraturan yang dibuat harus sesuai dengan persetujuannya.
  • Pemberangusan terhadap pers karena dinilai bisa membahayakan kekuasaannya.
  • Merebaknya praktek korupsi, kolusi, & nepotisme.

C. Periode Reformasi
Pada 21 Mei 1998, Presiden Soeharto turun dari jabatan digantikan Presiden BJ. Habibie. Hal ini terjadi karena kemunduran ekonomi & dugaan penyelewengan Pancasila sehingga masyarakat berdemokrasi menuntut turunnya Presiden. Pada masa ini perkembangan demokrasi terjadi begitu pesat, terbukti dengan keikutsertaan 48 parpol dalam pemilu 1999. Selain itu pemilu Presiden & wakil presiden (wapres) dilakukan secara umum & langsung untuk pertama kali pada periode 2003-2009.

Disamping itu, pada masa ini dilakukan amandemen UUD NRI tahun 1945 yang bertujuan menyempurnakan aturan dasar bernegara. Perkembangan demokrasi yang pesat ini ternyata menimbulkan masalah lain, yakni menguatnya semangat primodialisme (kesukuan atau kedaerahan), individualisme, kapitalisme, dll. Sehingga masyarakat harus senantiasa waspada terhadap segala kemungkinan masuknya ideologi yang bertentangan dengan Pancasila. Dengan demikian Pancasila seakan tidak memiliki kekuatan untuk mempengaruhi & menuntut masyarakat. Pancasila tidak lagi populer, banyak diselewengkan, & dianggap sebagai bagian dari pengalaman buruk di masa lalu. Keteladanan terhadap implementasi nilai-nilai Pancasila dari para pejabat pemerintah pun seakan tidak ada lagi. Korupsi, kolusi, & Nepotisme seakan menjadi hal yang umum & lumrah dilakukan oleh aparat penjabat negara. Merela tanpa malu tampil  di depan publik ketika tertangkap oleh KPK sebagai lembaga pemberantas korupsi.

Maka inilah saatnya bagi bangsa Indonesia untuk kembali memperkokoh persatuan & kesatuan bangsa. Semboyan Bhineka Tunggal Ika harus benar-benar dipahami maknanya demi mempertahankan & mengamalkan nilai-nilai Pancasila secara konsekuen dalam kehidupan keluarga, masyarakat, bangsa & negara.

Demikianlah artikel mengenai mewujudkan pancasila sebagai dasar negara, semoga bermanfaat bagi kita semua.