Kamis, 16 April 2020

Sejarah Pahlawan Jenderal Sudirman Dan Letnan Jenderal Urip Sumoharjo Pahlawan Perjuangan Indonesia Jenderal Sudirman

Wawan Setiawan Tirta
Tubuhnya yang kurus akibat penyakit paru-paru yang diidapnya tidak mematahkan semangat juangnya. Itulah Panglima Besar Jenderal Sudirman yang dilahirkan di  Bodas Karangjati, Kabupaten Purbalingga, Jawa Tengah pada tanggal 24 Januari 1916. Keterlibatannya dalam perjuangan fisik untuk mempertahankan kemerdekaan yang memiliki sejarah yang panjang.

Setamat Sekolah Dasar (HIS) di Purwokerto, ia meneruskan pendidikannya di Taman Siswa dan Sekolah Guru Muhammadiyah namun tidak tamat. Sudirman kemudian mengajar di salah satu sekolah Muhammadiyah di Cilacap, sekaligus aktif di organisasi tersebut. Di samping beliau aktif dalam organisasi itu, Sudirman masih meluangkan waktu untuk mengikuti gerakan kepanduan dengan disiplin organisasi yang keras.

Aktivitasnya dalam dunia pendidikan berlanjut sampai Zaman Jepang. Kesulitan ekonomi selama pendudukan Jepang mendorongnya untuk mendrikan koperasi sebagai usaha menghindari bahaya kelaparan di kalangan rakyat.Hal itu pula yang menyebabkan dia diangkat menjadi anggota Dewan Perwakilan Rakyat Karesidenan Banyumas. Rupanya dunia, pendidikan belum memuaskan hatinya sehingga ia mengikuti pendidikan PETA (Pembela Tanah Air) di Bogor. Setamat pendidikan militer itu,ia diangkat sebagai Komandan Batalyon, di Kroya. Dalam kapasitasnya sebagai komandan itu, ia sering kali berselisih paham dan bertengkar dengan perwira-perwira epang, atas-atasannya. Hal itu dapat teradi karena Sudirman mencela tindakan dan perilaku sewenang-wenang tentara pendudukan itu. Protes-protesnya terhadap tentara epang menyebabkan jiwaanya terancam.Hampir saja dia dibunuh karena tindakannya itu namun selamat karena penyerahan Jepang terhadap Sekutu dan diumumkannya Proklamasi Kemerdekaan RI.


Negara RI yang masih muda memerlukan tentara untuk menjaga keamanan nasionalnya. Untuk itu dibentuk Badan Keamanan Rakyat (BKR) yang kemudian berubaha menjadi Tentara Keamanan Rakyat (TKR). Sudirman sendiri diangkat sebagai Panglima Divisi V Banyumas dengan pangkat kolonel. Ketika Letnan Kolonel Isdinan, Komandan Resmen Banyumas, gugur dalam pertempuran melawan tentara Inggris dan Sekutu, Kolonel Sudirman turun langsung ke Medan pertempuran Abarawa.Kehadiran kolonel yang berikhasrisma itu memberi semangat baru kepada pasukan TKR. Dibawah kepemimpinnannya,TKR berhasil menghalang pasukan Inggis dari Ambarawa setelah pertempuran sengit selama 4 hari.Pertempuran itu kemudian dikenal sebagai “Palagan Ambarawa”. Pada tanggal 12 November 1945 dalam konperensi TKR di Yokyakarta,Sudirman di angkat sebagai Panglima Besar TKR sedangkan Kepala Stafnya dipilih Oerip Soemohardjo.Pada tanggal 18 Desember1945 pemerintah melantik Kolonel Sudirman dalam jabatan itu dengan pangkat  Jenderal . Pada tanggal 3 Juli 1947 pemerintah RI mengukuhkan TKR menjadi TNI dengan pimpinan tertinggi di bawah Jenderal Sudirman.

“Saya minta dengan sangat agar Bung Karno turut menyingkir.Rencana saya hendak meninggalkan kota ini dan masuk kedalam hutan. Ikutlah Bung Karno dengan saya”. Itulah ajakan Jenderal Sudirman kepada ‘Presiden RI, tetapi Bung Karno tetap ingin tinggal dikota meneruskan perjuangan diplomasi. Dalam rapat kabunet , ada 2 pendapat dalam strategi perjuangan bangsa menghadapi serangan Belanda .Jenderal Sudirman dan pihak militer bersikeras dengan perjuangan fisik sementaraBung Karno dan Bung Hatta tetap pada pendiriannya dengan strategi diplomasi. Kabinet memutuskan agar Jenderal Sudirman memutuskan perjuangan gerilya dan Presiden tinggal di kota dan melanjutkan perjuangan diplomasi. Hal itu terjadi ketika Belanda melancarkan Agresi militer II (1948-1949) dengan menguasai Yogyakarta,Ibu Kota RI dan menawanPresiden dan Wakil Presiden serta para pemimpin lainnya.

Walaupun keadaan kesehatannya terganggu, ia mampu bergerilya masuk utan dan mendaki gunung selama 7 bulan. Strategi militer dan diplomasi sangat jitu untuk memaksa Belanda mengakui kedaulatan dan kemerdekaan republic Indonesia. Penyakitnya makin parah karena tidak tersedianya obat dan makanan yang memadai selama perang. Setelah perang berakhir, ia jatuh sakit meskipun kepemimpinannya sangat dinantikan seluruh jajaran militer. Jenderal Sudirman wafat di Magelang pada tanggal 29 Januari tahun 1950 dan jenazahnya dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Semaki, Yogyakarta.
Letnan Jendral Urip Sumoharo
Pada suatu hari dibulan September 1945 Ali Sastroamijoyo mengunjungi Amr Syarifudin, Menteri Penerangan di jalan Sumbing, Jakarta. Datang bertamu di rumah menteri itu Didi Kartasasmita, bekas perwira KNIL (Koninklijke Nederlandsch Indische Leger). Ketika itu Amir Syarifudin mengatakan bahwa meskipun dalam TKR (Tentara Keamanan Rakyat) sudah ada beberapa perwira PETA (Pembela Tanah Air) tetapi ada baiknya KNIL ikut serta memperkuat organisasi TKR.

Didi menjawab bahwa hal itu tergantung pada satu orang bekas perwiraKNIL yang dianggap oleh bekas-bekas perwira muda lainnya sebagaisesepuh yang akan mereka patuhi dan ikuti keputusannya. Perwira KNIL itu adalah Mayor Urip Sumoharjo. Didi kemudian pergi ke Yogyakarta setelah singah ke Bandung dan berbicara dengan beberapa perwira muda seperti A.H Nasution. Pada tanggal 5 Oktober 1945 TKR dibentuk dan diremikan dan Mayor Urip Sumoharjo diangkat menjadi kepala Staf umumnya dengan pangkat Mayor Jenderal.

Sementara itu, Leger Commandant Jenderal Spoor mengeluarkan surat keputusan rahasia (Bijgeheim Besluif) pada tanggal 18 September 1946 No. 619/I.A. terhitung mulai tanggal 17 Agustus 1945. Surat itu menyatakan bahwa sepuluh perwira muda KNIL yang masuk TKR dipecat dengan tidak hormat dari dinas ketentaraan Kerajann Hindia Belanda. Sepuluh orang itu termasuk Urip Sumoharjo dan Didi Kartasasmita yang langsung dimasukkan dalam daftar hitam Belanda karena dianggap melakukan desersi (melarikan diri dari tugas). Anehnya, perwira-perwira lain yang lebih dulu masuk TKR tidak dijatuhi “Surat Keputusan Rahasia”. Sedangkan yang lain Seperti A,H Nasution dan T.B Simatupang tidak termasuk dalam “Daftar Hitam” Belanda.

Urip Sumoharjo ketika mash kanak-kanak, ia dikenal sebagai Muhammad Sidik. Ketika belaar di OSVIA atau sekolah calon pegqawai pemerintah (pangreh praja) pribumi di Magelang, ia berubah haluan.Ia ingin menjadi tentara. Oleh karena itu, ia memasuki sekolah militer di Jatinegara, Jakarta. Urip Sumoharjo yang dilahirkan di Purworejo pada tanggal 23 Februari 1893 itu berhasil menyelesaikan pendidikannya sebagai perwira teladan.  Dinas Tentara KNIL dimasuki yang memberinya pangkat Letnan Dua. Meskipun ia telah menjadi tentara KNIL perhatiannya terhadap masyarakat tidak berkurang. Berbagai protes atas atas tindakan pemerintah Belanda dilakukan karena tindakan-tindakan yang tidak adil terhadap perwira-perwira bumiputera. Karena tindakannya itu, dia dipindahkan ke Kalimantan dan Pandang Panjang, Sumatera Barat. Bagi perwira KNIL bumiputera, Urip dianggap sebagai panutan dan sesepuh.

Sebagai seorang tentara, dia sangat disiplin. Bupati Purworejo yang terlambat hadir dalam perayaan hari lahir Ratu Wilhelmina, dilarang masuk. Urip dalam menerapkan peraturan tidak membedakan status atau jabatan. Akibat tindakannya itu, a dipindahkan oleh Departemen Perang ke Gombong dengan pangkat Letnan Kolonel. Surat pemindahan itu dibalas dengan pengunduran diri dari dinas militer KNIL. Sebelum pengunduran itu diterima, Jepang menyerbu dan menguasai Hindia Belanda. Bala Tentara Dai Nippon sempat menahannya selama tiga bulan, kemudian membebaskannya lagi. Jabatan Komandan Polisi pernah ditawarkan oleh pemerintah pendudukan Jepang tetapi tawaran itu ditolaknya. Hal ini menyebabkan ia menjadi orang yang selalu dicurigai dan diawasi polisi rahasia Jepang.
Tentara Nasional
Setelah proklamasi kemerdekaan dirasakan kebutuhan tentara nasional. Untuk itu, bekas perwira PETA dan KNIL ditarik memasuki jajaran Tentara Keamanan Rakyat (TKR) yang semula dinamakan BKR (Badan Keamanan Rakyat). Dalam TKR, Urip diangkat sebagai Kepala Staf Umum yang merupakan jabatan tertinggi. Sebagai kepala staf, ia terus membenahi TKR hingga menjadi Tentara Nasional Indonesia (TNI). Akibat perjanjian Renville, pada tahun 1948 Urip mengundurkan diri dari jabatan Kepala Staf Angakatan Perang. Ia merasa bahwa pemerintah terlalu mengalah dengan Belanda dengan mau berdamai. Padahal banyak orang merasakan bahwa Negeri Belanda tidak dalam kapasitas untuk berperang setelah dihancurkan Jerman di Medan Perang Eropa dan Jepang di Asia. Meskipun demikian, pemerintah mengangkatnya sebagaibpenasiat militer Presiden. Jabatan itu dikembangkanhingga tutup usia pada tanggal 17 November  1948. Jenazahnya dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Semaki, Yogyakarta. Letnan Jenderal Urip Sumoharjo bersama dengan Jenderal Sudirman diakui sebagai Bapak Angkatan Perang Republi Indonesia.